Warisan Budaya Dunia Sangiran, Bersinergi untuk Pelestarian dan Pembangunan Desa

Yayasan Wadah hadir di Kawasan Situs Manusia Purba Sangiran sejak Agustus 2024, dan menjadi pilar kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, universitas, dan museum. Kerja sama gotong royong ini bertujuan melestarikan warisan budaya dunia sekaligus mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Lebih jauh, kolaborasi ini diharapkan mampu membantu masyarakat memanfaatkan potensi dan mengatasi tantangan mereka.

Sangiran, Warisan Dunia dan Realitas Lokal

Kawasan Situs Manusia Purba Sangiran, seluas +/- 5.921 Ha, sudah diakui Unesco sejak 1996 sebagai warisan budaya dunia nomor 593 (The Sangiran Early Man Site). Di situs ini ditemukan berbagai fosil penting seperti Meganthropus Palaeojavanicus dan Homo Erectus, yang merupakan kunci evolusi manusia, budaya, dan lingkungan selama 2,5 juta tahun.

Secara administratif, Sangiran mencakup 25 desa di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, termasuk Desa Manyarejo yang kaya akan temuan fosil arkeologis. Meski Sangiran adalah kebanggaan nasional, pengakuan sebagai warisan dunia belum sepenuhnya mendongkrak kesejahteraan masyarakat Manyarejo. Peraturan pelestarian situs seringkali dirasakan membatasi pembangunan desa dan memicu pemuda untuk merantau. Padahal, Desa Manyarejo memiliki banyak potensi. Pelestarian dan pembangunan seharusnya dapat bersinergi jika dikelola dengan tepat.

Yayasan Wadah Melengkapi Pilar Kolaborasi

Kehadiran Yayasan Wadah di Desa Manyarejo pada Agustus 2024 bertepatan dengan kegiatan Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia (PATI), hasil kolaborasi Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) dengan berbagai pihak.

Desa Manyarejo, dengan keunggulan penemuan fosilnya, telah memiliki inisiatif kolaborasi sendiri melalui tiga pilar:

1. Kampung (pemuda pelestari seni dan penyelamat fosil).

2. Kampus (intelektual dan seniman pengembang masyarakat).

3. Museum (perwakilan pemerintah dalam pelestarian dan konservasi).

Ketiga pilar ini telah bersinergi dalam pelestarian dan pembangunan. Yayasan Wadah dan YAD kemudian hadir melengkapi pilar keempat, yaitu lembaga sosial yang berfokus pada peningkatan sumber daya manusia. Kehadiran ini didorong kepedulian terhadap potensi desa dan keyakinan bahwa pelestarian situs harus beriringan dengan pembangunan manusia.

Program PKTS, Kolaborasi untuk Kesejahteraan

Kawasan Sangiran ini unik karena masyarakatnya hidup berdampingan dengan situs warisan budaya dunia, sebuah tantangan sekaligus peluang. Yayasan Wadah hadir untuk melengkapi langkah kreatif masyarakat dan mendampingi mereka mencapai tujuan. Kolaborasi ini diwujudkan melalui Program Kebudayaan Terpadu Sangiran (PKTS), inisiasi bersama Yayasan Wadah dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo.

PKTS adalah program kolaboratif multi-pihak yaitu pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media yang peduli pada pelestarian budaya dan pendampingan masyarakat menuju kemandirian dan kesejahteraan. Untuk periode 2024-2028, PKTS berfokus di Desa Manyarejo, Sragen, dengan harapan bisa menyentuh aspek pelestarian budaya dan sosial-ekonomi masyarakat.

Dalam PKTS, pemerintah desa dan masyarakat adalah aktor utama, sementara pihak lain bertindak sebagai pendukung dan fasilitator. Semua berpedoman pada program kerja yang dirumuskan bersama.

Beberapa kegiatan kolaborasi yang telah dilakukan meliputi PATI, revitalisasi rumah Empu Balung, pelatihan manajemen organisasi, pelatihan tenaga tukang instalasi biogas, asesmen sektor ekonomi, dan kunjungan belajar. Seluruhnya melibatkan Pemerintah Desa, universitas, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP), dan pelaku usaha.

Salah satu contoh sukses adalah pelatihan tukang instalasi biogas. Berawal dari asesmen bersama, dilanjutkan kunjungan belajar dan didukung lahan warga, pelatihan ini menghasilkan lima tenaga terampil. Biogas kini digunakan untuk memasak dan limbahnya menjadi pupuk organik. Kegiatan ini meningkatkan keterampilan, membuka peluang usaha, menghemat biaya rumah tangga, dan meningkatkan kesehatan lingkungan. Kolaborasi ini menekankan partisipasi penuh dan keputusan melalui musyawarah.

Tantangan dan Dinamika dalam Pendampingan

Memastikan relevansi program dengan kebutuhan masyarakat adalah dinamika yang harus dihadapi. Diperlukan kesadaran semua pihak dan fleksibilitas fasilitator dalam mengembangkan metode pendampingan. Memahami masyarakat sebagai subjek program, dengan nilai dan cara hidupnya sendiri, adalah kunci penting bagi suksesnya sebuah program yang melibatkan masyarakat. Tugas pendamping adalah memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan. Keberhasilan kolaborasi diukur dari manfaat nyata yang dirasakan masyarakat.

Author: Adi Hermawan
Editor: Zul Herman

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *