Kalau Anda pernah berkunjung ke Provinsi Maluku Utara, mungkin Kota Ternate lebih Anda kenal daripada Kota Sofifi. Sofifi awalnya hanyalah sebuah kelurahan di Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, yang ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara pada 1999 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelas tahun kemudian, pada 4 Agustus 2010, barulah diresmikan sebagai ibu kota yang baru, menggantikan Kota Ternate sebagai ibu kota sementara. Cukup lama, karena Sofifi saat itu belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk sebuah ibu kota.
Di Sofifi ada Perempuan Hebat
Di Sofifi, ibu kota yang baru itu, kita menemukan perempuan hebat bernama Endang Sulastri. Bersama suaminya ia menjual ikan di Pasar Galala, Sofifi. Namun, kehebatan pasangan itu bukan hanya sebatas pandai menjual ikan; mereka adalah sosok innovator sekaligus motivator yang berusaha menggerakkan ibu-ibu di sekitarnya agar bisa bangkit dari ketertinggalan ekonomi, untuk bersama-sama mengukir kemandirian. Sementara sebagian besar orang masih melihat ikan hanya sebagai lauk pauk, tapi Endang melihatnya sebagai kesempatan atau peluang emas untuk mengubah nasib. Ikan bisa diolah menjadi beragam produk pangan lezat yang memiliki nilai tambah tinggi. Awalnya, Endang hanya memiliki ide sederhana yaitu bagaimana mengolah ikan menjadi abon dan aneka produk lezat lainnya yang bisa tahan lama. Namun, seiring berjalannya waktu, ide itu kini tumbuh menjadi ambisi besar. Endang tidak hanya ingin punya usaha, tapi juga ingin menciptakan lapangan pekerjaan bagi remaja dan ibu-ibu yang tidak memiliki kegiatan produktif di Sofifi. Mimpinya adalah memiliki toko oleh-oleh untuk menampilkan produk-produk unggulan lokal, terutama produk makanan olahan hasil kerja keras mereka.

*Produk abon berbahan dasar olahan ikan
Merajut Mimpi di Sebuah Lokakarya
Pada tanggal 8 Agustus 2025, impian Endang mendapatkan suntikan semangat baru. Bersama enam calon socio-entrepreneur (wirausahawan sosial) lainnya, ia hadir dalam lokakarya bertema "Mewujudkan Mimpi, Menciptakan Kemandirian" yang diadakan oleh Yayasan Wadah Titian Harapan. Di Ruang Saraswati, Rumah Yayasan Wadah, Jakarta, Endang duduk bersama orang-orang yang memiliki semangat yang sama: ingin berkontribusi bagi komunitasnya.

*Lokakarya Calon Socio - Entrepreneur di Rumah Yayasan
Sesi demi sesi, ia melewati dan menyerap ilmu baru. Di sesi pagi, ia mendalami cara menemukan ide dan mengidentifikasi masalah. Di sesi siang, ia belajar menyusun strategi pemasaran, menentukan target pasar, dan membuat rencana awal. Semua yang ia dapatkan seolah menjadi kepingan mosaik teka-teki yang melengkapi gambaran besar mimpinya.


*Sesi menyusun strategi pemasaran dan rencana bisnis
Di akhir lokakarya, ia mempresentasikan idenya di hadapan semua peserta. Dengan penuh keyakinan, Endang memaparkan rencananya untuk membangun bisnis olahan ikan yang tidak sekadar mencari untung, tapi juga membawa berkah bagi banyak orang. Rencana ini mendapat sambutan sangat positif dari para peserta dan mentor. Mereka tidak hanya memberikan masukan, tapi juga memvalidasi apa yang diimpikan Endang adalah hal yang sangat mungkin diwujudkan.

*Ibu Endang mempresentasikan hasil ide nya ke semua peserta
Keesokan harinya, 9 Agustus 2025, Endang hadir dalam acara puncak "Celebration of Life 2025" di Hotel St. Regis, Kuningan, Jakarta. Di tengah ratusan tamu undangan, termasuk para "malaikat" yang selama ini konsisten mendukung Yayasan Wadah, Endang mendapatkan kesempatan memperkenalkan visi dan produknya di booth Wadah. Di sana ia berhasil menjual 100 pak Abon Ikan buatannya.

*Ibu Endang bersama peserta calon socio-entrepreneur di booth Wadah
Ia berbagi cerita, mulai dari niatnya memberdayakan ibu-ibu hingga rencananya untuk mengembangkan merek dan membuka toko oleh-oleh. Ia bertemu dengan para pendiri perusahaan sosial inspiratif yang kisahnya membuktikan bahwa bisnis dan dampak sosial bisa berjalan beriringan. Momen ini bukan hanya membuka pintu kolaborasi, tapi juga menguatkan keyakinannya bahwa ia berada di jalur yang benar.
Perjalanan Endang memang baru dimulai, namun potensi besar telah mulai terlihat. Untuk mengubah ide menjadi bisnis yang kokoh, ia perlu melengkapi dirinya dengan beberapa keterampilan penting. Ini bukan sekadar tantangan, melainkan peluang berharga untuk membangun fondasi yang kuat. Kisah Endang Sulastri ini adalah bukti bahwa mimpi yang tulus bisa menjadi kekuatan besar untuk menginspirasi dan memberdayakan banyak orang. Dari sebuah ide sederhana, ia telah mengukir harapan bagi ibu-ibu di Sofifi, mengubah ikan menjadi peluang, dan menumbuhkan kemandirian. Perjalanan ini adalah pengingat bagi kita semua, bahwa dengan niat yang kuat dan kerja keras, mimpi apa pun—sekecil apa pun— bisa terwujud.
Author: Paula Stela Nova Landowero
Editor: Zul Herman